English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google
Rabu, 26 Januari 2011

matrix | di Rabu, Januari 26, 2011

Pentingan Sebuah Ilmu

Belasan abad sudah sejak lahirnya islam yang di bawakan oleh rosul yang benama Muhammad. Dan sejak itu pula terhapuslah sebuah era yang dikatakan sebagai era kerusakan moral, sebuah zaman yang disebut sebagai zaman jahiliyah. Selama ini zaman jahiliyah kita kenal sebagai zaman yang penuh kerusakan serta rusaknya segala segala tata hukum dan budaya, tetapi seberapa sesatkah zaman ini sehingga memperoleh julukan zaman kebodohan.
Menurut yang di gambarkan oleh KH. Abdul Wachid Hasyim, zaman jahiliyah adalah zaman ketika yang kuat memakan yang lemah, sedang yang lemah sama sekali tidak mendapat perlindungan, bahkan digencet dan ditindas.Kaum perempuan di dalam masyarakat jahiliyah dianggap barang dagangan yang bpleh diperjual-belikan. Bahkan jika seorang bapak meninggak, maka anaknya yang laki-laki, selain mewarisi barang-barang peninggalannya, juga mewarisi istri bapaknya, seakan-akan janda bapaknya termasuk barang inventaris yangboleh di lelang dan dimasukkan advertensi.
Di dalam masyarakt jahiliyah, keluhuran martabat seorang diukur menurut kecakapannya menindas. Makin pandai ia menindas maka ia akan mendapat kedudukan dan penghormatan. Disamping itu, keluhuran juga diukur dari kepandaiannya berlaku curang dan berkhianat. Di dalam suasana hidup ala jahiliyah itu, dimana penindasan dan kecurangan menjadi dasar tiap-tiap orang yang ingin naik dan meningkatkan derajat yang tinggi, tentu tidak ada jalan kecuali menjilat dan menjual muka.
Setelah kita membaca penggambaran di atas, kita bisa sedikt melihat apa yang terjadi di zaman jahiliyah dulu, tentunya dengan mudah kita dapat mengimajinasikan perkara-perkara di atas. Mengapa..?, karena kondisi yang tak jauh berbeda terulang dizaman kita. Wanita seperti barang remeh layaknya Prostitusi, yang kuat menindas yang lemah seperti kapitalisme dan kasus bunuh-membunuh setiap hari dapat ditemukan di media. Setujukah kita jika zaman ini disebut jahiliyah part II..?.
Jika 14 abad lalu Islam datang menghapus kejahiliyahan, pastinya sekarang juga ada yang akan berperan sebagai penyembuh untuk mengobati orang-orang yang ‘sakit’. Tidak salahkah jika kita menunjuk pondok pesantren sebagai lembaga yang bertanggung jawab untuk memperbaiki zaman ini, dengan melihat dari sisi bahwa lembaga pendidikan yang diasuh negara terkesan kurang mumpuni dalam menjadikan produk manusia yang berorientasi membangun dan memberikan, bukan untuk mendapatkan atau memperoleh yang kedua maknanya sangat erat dengan materi.

“Ilmu tanpa agama adalah Buta,
Agama tanpa ilmu adalah lumpuh”

Sepotong pepatah populer dari Albert Einstein ini mungkin dapat memberikan sedikit gambaran mengenai keadaan zaman ini yangoleh Emha Ainun Najib diistilahkan Ultra Jahiliyah. Kebutaan akan Benar ataupun Salah, hak dan kewajiban, belakangan ini bila kita perhatikan, selalu dilakukan oleh orang berilmu alias pintar. Tidak ada yang menyangkal bahwa para pemimpin dan orang-orang yang mempunyai kedudukan tinggi itu bodoh, alias mereka jelas berilmu, tetapi anehnya justru mereka itulah yang melakukan tindak kebodohan(jahiliyah).
Telah banyak orang yang buta di negeri ini. Setiap hari mereka meng-expose diri mereka di layar kaca, mulai dari tindakan korupsi, politik praktis, penyelewengan hak kewajiban, sampai hak gender yang di omongkan ngalor-ngidol tanpa ada konklusi yang disepakati. Bukankah lagi-lagi orang pintar yang membuat gonjang-ganjing di negeri ini..?
Kelumpuhan juga bukanlah hal yang jarang ditemui. Mobilitas para pemuka agama (baca;kyai) juga banyak yang tidak greget, ruang lingkup yang hanya berkutat pada ilmu perpidatoan dinilai kurang mencakup seagala aspek pendekatan bagi masyarakat. Dalam kekinian dibutuhkan pendekatan dengan cara melihat apa ‘menu’ yang sesuai selera dan pola konsumsi dakwah mereka sehari-hari. On the Road misalnya, metode sepeti yang dilakukan Gus Miek untuk menghadapi sasaran dakwanya melalui pendekatan face to face.
Artikel ini mencooba untuk memberikan gambaran figur sukse sebenarnya, yang tidak buta juga tidak lumpuh. Melalui artikel-artikel yang menyorot beberapa titik plot dari islam, mulai dari puncak kejayaannya, hingga kedunia islam di Indonesia saat ini, yan di titik beratkan pada pesantren, sebagai bukti nyata bahwa figur yang menyeimbangkan agama-ilmu benar-benar mengantarkan pada sosok working-class hero yang sebenarnya.
Dengan segala keterbatasan, kami tidak dapat menciptakan artikel yang benar-benar artikel. Artikel ini tak lebih dari kumpulan pemikiran dari intrapesantren sendiri yang mungkin tidak bisa memotret sisi pesantren secara objektif, tajam dan akurat.

Posting Komentar

Rabu, 26 Januari 2011

Pentingnya Sebuah Ilmu

Pentingan Sebuah Ilmu

Belasan abad sudah sejak lahirnya islam yang di bawakan oleh rosul yang benama Muhammad. Dan sejak itu pula terhapuslah sebuah era yang dikatakan sebagai era kerusakan moral, sebuah zaman yang disebut sebagai zaman jahiliyah. Selama ini zaman jahiliyah kita kenal sebagai zaman yang penuh kerusakan serta rusaknya segala segala tata hukum dan budaya, tetapi seberapa sesatkah zaman ini sehingga memperoleh julukan zaman kebodohan.
Menurut yang di gambarkan oleh KH. Abdul Wachid Hasyim, zaman jahiliyah adalah zaman ketika yang kuat memakan yang lemah, sedang yang lemah sama sekali tidak mendapat perlindungan, bahkan digencet dan ditindas.Kaum perempuan di dalam masyarakat jahiliyah dianggap barang dagangan yang bpleh diperjual-belikan. Bahkan jika seorang bapak meninggak, maka anaknya yang laki-laki, selain mewarisi barang-barang peninggalannya, juga mewarisi istri bapaknya, seakan-akan janda bapaknya termasuk barang inventaris yangboleh di lelang dan dimasukkan advertensi.
Di dalam masyarakt jahiliyah, keluhuran martabat seorang diukur menurut kecakapannya menindas. Makin pandai ia menindas maka ia akan mendapat kedudukan dan penghormatan. Disamping itu, keluhuran juga diukur dari kepandaiannya berlaku curang dan berkhianat. Di dalam suasana hidup ala jahiliyah itu, dimana penindasan dan kecurangan menjadi dasar tiap-tiap orang yang ingin naik dan meningkatkan derajat yang tinggi, tentu tidak ada jalan kecuali menjilat dan menjual muka.
Setelah kita membaca penggambaran di atas, kita bisa sedikt melihat apa yang terjadi di zaman jahiliyah dulu, tentunya dengan mudah kita dapat mengimajinasikan perkara-perkara di atas. Mengapa..?, karena kondisi yang tak jauh berbeda terulang dizaman kita. Wanita seperti barang remeh layaknya Prostitusi, yang kuat menindas yang lemah seperti kapitalisme dan kasus bunuh-membunuh setiap hari dapat ditemukan di media. Setujukah kita jika zaman ini disebut jahiliyah part II..?.
Jika 14 abad lalu Islam datang menghapus kejahiliyahan, pastinya sekarang juga ada yang akan berperan sebagai penyembuh untuk mengobati orang-orang yang ‘sakit’. Tidak salahkah jika kita menunjuk pondok pesantren sebagai lembaga yang bertanggung jawab untuk memperbaiki zaman ini, dengan melihat dari sisi bahwa lembaga pendidikan yang diasuh negara terkesan kurang mumpuni dalam menjadikan produk manusia yang berorientasi membangun dan memberikan, bukan untuk mendapatkan atau memperoleh yang kedua maknanya sangat erat dengan materi.

“Ilmu tanpa agama adalah Buta,
Agama tanpa ilmu adalah lumpuh”

Sepotong pepatah populer dari Albert Einstein ini mungkin dapat memberikan sedikit gambaran mengenai keadaan zaman ini yangoleh Emha Ainun Najib diistilahkan Ultra Jahiliyah. Kebutaan akan Benar ataupun Salah, hak dan kewajiban, belakangan ini bila kita perhatikan, selalu dilakukan oleh orang berilmu alias pintar. Tidak ada yang menyangkal bahwa para pemimpin dan orang-orang yang mempunyai kedudukan tinggi itu bodoh, alias mereka jelas berilmu, tetapi anehnya justru mereka itulah yang melakukan tindak kebodohan(jahiliyah).
Telah banyak orang yang buta di negeri ini. Setiap hari mereka meng-expose diri mereka di layar kaca, mulai dari tindakan korupsi, politik praktis, penyelewengan hak kewajiban, sampai hak gender yang di omongkan ngalor-ngidol tanpa ada konklusi yang disepakati. Bukankah lagi-lagi orang pintar yang membuat gonjang-ganjing di negeri ini..?
Kelumpuhan juga bukanlah hal yang jarang ditemui. Mobilitas para pemuka agama (baca;kyai) juga banyak yang tidak greget, ruang lingkup yang hanya berkutat pada ilmu perpidatoan dinilai kurang mencakup seagala aspek pendekatan bagi masyarakat. Dalam kekinian dibutuhkan pendekatan dengan cara melihat apa ‘menu’ yang sesuai selera dan pola konsumsi dakwah mereka sehari-hari. On the Road misalnya, metode sepeti yang dilakukan Gus Miek untuk menghadapi sasaran dakwanya melalui pendekatan face to face.
Artikel ini mencooba untuk memberikan gambaran figur sukse sebenarnya, yang tidak buta juga tidak lumpuh. Melalui artikel-artikel yang menyorot beberapa titik plot dari islam, mulai dari puncak kejayaannya, hingga kedunia islam di Indonesia saat ini, yan di titik beratkan pada pesantren, sebagai bukti nyata bahwa figur yang menyeimbangkan agama-ilmu benar-benar mengantarkan pada sosok working-class hero yang sebenarnya.
Dengan segala keterbatasan, kami tidak dapat menciptakan artikel yang benar-benar artikel. Artikel ini tak lebih dari kumpulan pemikiran dari intrapesantren sendiri yang mungkin tidak bisa memotret sisi pesantren secara objektif, tajam dan akurat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar